Monday, February 1, 2010
Soal Iran: Obama Lanjutkan Bush
Kompasiana.com | Pautan Pasaribu | 7 Desember 2009 | Nuklir Iran mulai lagi menjadi berita hangat setelah sempat mereda sejak presiden Obama memerintah. Di jaman Bush sejak tahun 2006 atas inisiatif Amerika negara Iran mengalami sanksi dari Dewan Keamanan PBB untuk memaksa negara itu bekerja sama dengan badan atom dunia, International Atomic Energy Agency atau IAEA. Dengan adanya sanksi itu diharapkan Iran melalui IAEA akan menyerahkan uraniumnya untuk menjalani proses pengayaan di negara lain. Tetapi Iran menolak dan sanksi pun tetap berjalan sampai saat ini. Karena melihat tidak ada guna sanksi maka negara-negara maju pemilik nuklir anggota IAEA pun membuka lagi pembicaraan dengan Iran. Tetapi Iran tetap berkeras akan mengerjakan pengayaan di negaranya sendiri. Maka minggu lalu keluarlah resolusi IAEA yang isinya masih sama, nuklir Iran proses pengayaannya dilakukan di negara Rusia dan Perancis. Iran pun langsung menolak. Amerika sendiri? Setuju dengan resolusi IAEA.
Di bulan-bulan terakhir masa pemerintahannya Bush sempat mengancam akan menginvasi Iran, dan kebijakan itu akan dijalankan oleh capres McCain bila ia terpilih menjadi presiden. Makanya rakyat memilih Obama yang tidak mau punya masalah dengan Iran. Tetapi saat ini berada di barisan terdepan dalam mendesak Iran untuk patuh kepada resolusi IAEA itu. Tak kalah gertak, Presiden Iran Mahmoud Ahmandinejad juga mengeluarkan resolusi. Iran akan membatasi kerjasama dengan IAEA hanya pada level “sukarela” saja, jadi tidak mau dipaksa. Ahmadinejad juga mengumumkan kalau Iran akan membangun 10 fasilitas pengayaan dalam waktu dekat. Masalah nuklir Iran sebenarnya tidak rumit-rumit amat. Iran memiliki reaktor riset nuklir yang butuh uranium yang sudah diperkaya (enriched) dan ingin melakukannya sendiri. Alasannya juga masuk akal, satu karena formulasinya dibikin Iran jadi bakal susah negara lain untuk melakukannya, dan kedua, hak Iran untuk sebagai negara berdaulat untuk bisa mendapatkan teknologi nuklir sipil. Tetapi karena Amerika menganggap Iran akan memakainya untuk kepentingan senjata maka harus diatur lewat IAEA. Saat ini pengayaan Iran sudah mencapai level 20, level yang diperlukan untuk riset nuklir. Sementara level yang diperlukan untuk menjadi material pembuatan senjata nuklir minimal 90%.
Tapi kali ini yang rewel bukan hanya Amerika tetapi juga negara-negara Barat lainnya dan juga Rusia, yang selama ini mendukung Iran dan China, pelanggan minyak produksi Iran. Kedua negara terakhir kemungkinan besar hanya ngomong di depan tetapi akan berusaha melunakkan hati IAEA dari balik layar. Kalau negara-negara besar seperti Jerman, Inggris, Perancis dan lain-lainnya, mereka sangat ngotot soal nuklir ini. Tapi entahlah kalau Iran juga tetap ngotot kira-kira apakah negara-negara tadi mau mengancam memakai kekuatan militer melalui Dewan Keamanan. Kalau ya apakah mau mengirim pasukan ke Iran untuk perang padahal saat ini saja Perang Irak dan Afganistan sudah sangat tidak popular, sudah banyak suara rakyat di sana yang minta pemerintah mereka untuk tidak mau lagi membantu Amerika berperang. Jangan-jangan nanti yang maju berperang hanya Amerika sendirian.
Sebelum sampai ke tahap itu tentu akan ada perundingan-perundingan di antara negara-negara yang terlibat di kasus Iran ini. Apakah Obama akan mengambil jalan keras seperti Bush? Bisa saja. Langkahnya yang bergabung dengan negara-negara Eropa Barat membuka cold file tentang Iran sepertinya bukan langkah yang bagus apalagi mengingat rakyat tidak ingin mempunyai musuh baru karena yang lama saja nggak habis-habis. Kalau tahu bakalan berantem dengan Iran mungkin Obama tidak akan mendapat dukungan sebesar yang dia dapat di pilpres lalu. Semoga Obama masih ingat pidatonya di Kairo tanggal 4 Juni lalu yang sangat memberikan harapan perdamaian kepada dunia. Makanya dia dianugerahi hadiah Nobel perdamaian yang akan diterimanya tanggal 10 Desember nanti. Bayangkan, baru pidato soal perdamaian saja sudah dihadiahi Nobel, apalagi kalau sudah berbuat. Tapi kalau tahun depan ternyata Obama sama saja dengan Bush di kasus Iran ini mungkin hadiah Nobel-nya harus dicabut.
www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)
Labels:
Berita
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment