Thursday, February 11, 2010

Herman Sugito - Pak Polisi, Kenapa Saya Dikeroyok dan Ditembak...?



Hotma Noris - Harian-global.com | Kamis, 4 Februari 2010 | Bum....bum...bum... dor...dor...dor...dor...dorrrrrrr.... Pukulan bertubi-tubi dengan lima kali tembakan, satu kali mengenai kaki, membuat Herman Sugito (44 tahun) tergeletak dengan darah bersimbah di tubuhnya. Tak berhenti di situ, tubuh Gito, begitu ia akrab disapa, diangkat dan dibawa kemudian dimasukkan ke parit.

Meski hanya beberapa menit kejadian itu berlangsung. Sudah menimbulkan trauma yang luarbiasa bagi Gito. Ia mengaku seumur hidupnya tak akan pernah melupakan peristiwa yang membuat dirinya mengalami trauma dan cacat fisik.

Semua itu berawal pada 30 November 2009 tahun lalu. Kala itu, tak ada sedikitpun firasat buruk yang berada dalam pikirannya. Pada pukul 9 malam, ia masih bercengkerama dengan keluarganya. Sejam kemudian, peristiwa memilukan itu terjadi. Bagai petir di siang bolong, Gito yang malam itu sedang nongkrong di halaman rumah didatangi oleh enam orang aparat kepolisian.


Tanpa basa-basi, keenam aparat yang turun dari mobil Avanza silver dengan nomor polisi BK 1734 UU langsung mengatakan, "ini dia". Mendapat tamu tak diundang, apalagi yang datang dari pihak kepolisian. Gito terkejut. Yang lebih mengejutkan lagi, aparat tersebut langsung menodongkan pistol ke arah Gito.

Merasa sudah terjepit dan tak biasa berbuat apa-apa, Gito yang berprofesi sebagai sopir angkutan umum ini mencoba membela diri. Sayang, kekuatannya tak bisa mengimbangi sikap arogan para aparat yang sudah mengepungnya. Dengan gerak refleks, Gito mencoba untuk melarikan diri.

Usaha itu sia-sia. Salah seorang dari mereka memukul kening Gito memakai pistol berulang kali. "Pokoknya yang ada dalam pikiran saya waktu itu pasti mati, karena begitu sadisnya mereka memukuli saya," terang Gito melanjutkan ceritanya.

Ketika adu kekuatan yang tak seimbang itu. Beberapa warga sempat melihatnya, namun karena keenamnya membawa senjata api, para warga tak berani menolong."Siapa yang mau berhadapan dengan pistol, yah saya cuma jadi tontonan keganasan mereka sajalah," kata Gito lagi.

Puas melakukan pemukulan kepadanya, seorang dari mereka mengeluarkan lima tembakan. Dua tembakan ke udara, satu tembakan mengenai betis kaki kiri Gito dan dua tembakan lagi kembali diarahkan ke Gito, tapi tidak mengenai sasaran. Tak berhenti di situ, melihat Gito yang sudah tak berdaya. Tubuh Gito dibuang ke parit dekat rumahnya.

Setelah para aparat pergi, Gito yang tinggal di Jalan Veteran Pasar 6 Kampung Banten Dusun 3 No. 85 Kecamatan Labuhan ditolong oleh warga. Melihat kondisi tubuh Gito yang memprihatinkan, akhirnya oleh warga ia dibawa ke rumah sakit terdekat.


"Seakan saya bukan manusia bagi mereka, saya dibuang di pinggir Sungai Deli dekat dengan rumah. Setelah mereka pergi, warga menolong dan memberitahukan istri saya. Warga membawa saya ke Rumah Sakit Sinar Rusli Jalan Marelan. Karena tidak memiliki alat-alat yang lengkap, saya dirujuk ke Rumah Sakit Adam Malik Medan," papar Gito.

Anak Saya Takut Melihat Wajah Saya

Efek dari pemukulan brutal yang dilakukan oleh aparat tersebut, membuat Gito kini sering merasakan pusing di kepalanya. Bekas tembakan yang mengenai kakinya juga sering terasa pegal. Gito mengaku, sejak peristiwa itu, ia tidak mampu lagi bekerja maksimal."Sekarang untuk biaya hidup dan tiga anak saya, dua sedang dalam pendidikan, ditanggung istri yang berdagang," terangnya.

Lebih mirisnya lagi, ketiga buah hatinya, terutama yang paling kecil sekarang enggan untuk mendekat di pelukannya. Sang anak merasa ketakutan dengan wajah ayahnya yang penuh dengan luka jahitan. Berulang kali buah hatinya bertanya, kenapa dengan wajah ayahnya.

Pertanyaan polos yang keluar dari mulut anak-anaknya membuat trenyuh hatinya. Tak jarang ia harus bersandiwara agar ketiga anaknya tidak banyak bertanya apa yang terjadi dengan ayahnya."Untuk membuat mereka tertawa saya jawab dengan yang lucu-lucu saja," ungkapnya.

Di hati kecilnya, setiap pertanyaan anak-anaknya selalu mengingatkan akan peristiwa yang telah menimpanya beberapa bulan yang lalu. Gito pun mengaku selalu terbayang dengan wajah para aparat yang telah mengeroyoknya.

"Pertanyaan anak-anak selalu membuat saya teringat dengan peristiwa itu. Setelah keluar dari rumah sakit saya sudah mencari tahu siapa kelimanya, dan informasi dari dalam, saya tahu siapa-siapa saja mereka. Saya tidak akan lupa wajah mereka yang membuat saya jadi begini," katanya mengingat-ingat.

"Kalau nggak salah mereka itu adalah TA, KS, EG, A,P dan satu lagi saya tidak tahu namanya, namun wajahnya saya akan tanda. Mereka semua bertugas di Polsek Helvetia," tambahnya seraya mengaku jika seumur hidupnya ia tak akan pernah melupakan wajah para pelaku yang mengeroyoknya."Sampai kapanpun," pungkasnya menutup pembicaraan.


Satu hal yang sampai detik ini menjadi pertanyaan baginya adalah alasan pengeroyokan dan penembakan aparat yang hampir saja membuat melayang nyawanya. Pasalnya, selama ini ia tidak pernah melakukan kesalahan. Apalagi kesalahan yang melanggar hukum."Kenapa aparat itu tidak bertanya dulu. Main hajar saja. Saya kan tidak pernah terlibat dalam masalah hukum apapun," aku Gito.

Ironisnya, dari keenam aparat yang melakukan pengeroyokan, satu di antaranya sudah dikenal baik olehnya."Saya kenal salah satunya. Sejak dia berpangkat Sersan sampai sekarang Aiptu. Saya hanya meminta keadilan, karena saya adalah warga negara yang berhak mendapat perlindungan hukum. Pak Polisi kenapa saya ditembak. Saya tahu para pembesar di kepolisian akan bersikap arif menuntaskan masalah ini," katanya sambil berharap pihak kepolisian melakukan pengusutan terhadap kasus ini.

Gito sangat menyesalkan tindakan aparat hukum tersebut. Seharusnya, kata dia, pada saat mereka bertemu menunjukkan identitas kemudian bertanya dengan baik-baik, bukan dengan menodongkan senjata. "Karena itu, saya selalu bertanya apa salah saya," katanya.


"Kini saya tahu kenapa masyarakat benci dengan polisi. Lihatlah sikap mereka yang dikatakan sebagai pengayom masyarakat," ujarnya kesal.

Untuk mendapatkan keadilan, Gito telah meminta bantuan ke Lembaga Bantuan Hukum Medan (LBH) Medan. Sebelumnya ia juga telah melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian Polres KP3 Belawan. Dengan nomor laporan STPL. No. Pol : STPL/364/XII/2009/ SPK "B" tertanggal 21 Desember 2009. Namun sayangnya, hingga sekarang ini ia belum menerima hasil apapun.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ahmad Irwandi SH, salah seorang yang menerima pengaduan ini di LBH Medan mengatakan, kasus ini telah dikirimkan kepada Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara dengan tembusan Kapolri, serta Asian Human Right Commission di Hongkong. "Guna menyampaikan permohonan untuk mengusut tuntas pelaku penganiayaan yang disertai penembakan yang diduga kuat dilakukan oleh oknum Kepolisian Sektor Medan Helvetia," kata Ahmad Irwandi.

LBH Medan sendiri menilai, tindakan yang dilakukan oleh aparat tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan penyiksaan disertai dengan penembakan yang bertentangan dengan Undang-undang Hak Asasi Manusia No.39 tahun 1999 khususnya pada pasal 1 ayat (4), pasal 5 ayat (1) serta pasal 33 ayat (1).

"Keenam tersangka anggota kepolisian itu, harus diperoses sesuai dengan tindak pidana umum. Di samping itu harus ditegakkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Mekanisme Peradilan Pidana Bagi Setiap Anggota Kepolisian," tambah Ahmad Irwandi.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...