Sunday, February 7, 2010

Menyorot Tugas Pokok Pejabat Publik





Gurgur Manurung - analisadaily.com | Februari 2010 | Ketika kita menonton televisi, maka kita akan melihat banyak pejabat publik sebagai objek tontonan. Bahkan ada yang menjadi pembawa acara secara rutin. Ada pula yang kegiatannya seminar ke seminar, dan ikut proyek-proyek musiman yang di luar tugas pokoknya. Lalu, muncul pertanyaan kapan mereka menyelesaikan tugas pokoknya?.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seperti Tantowi Yahya, Eko "Patrio" misalnya, mereka secara rutin sebagai pembawa acara di stasiun televisi. Padahal, sebagai pembawa acara saja, waktu mereka telah tersita, mungkin masih ada kegiatan mereka di luar pembawa acara. Ada juga anggota DPR sebagai bintang iklan. Tentu saja, sebagai anggota DPR yang tugasnya pembuat Undang-Undang potensi konflik kepentingan akan tinggi antara kepentingan pemilik produk dan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Sejatinya, hal semacam ini harus dihindari agar rakyat yang memilihnya tidak merasa dicederai.

Di dunia Perguruan Tinggi (PT) kita juga terjadi hal yang sama. Hal yang biasa seorang mahasiswa kesulitan menyelesaikan skripsi, tesis, dan disertasi karena dosen pembimbing sibuk di luar tugas pokoknya yaitu mengajar dan penelitian di laboratorium. Bahkan ada mahasiswa menemui dosen di luar kampus karena dosen sibuk dengan proyek pribadinya.

Seorang rektor PT swasta di Jakarta yang beberapa waktu lalu ikut menjadi tim 8 dalam rangka investigasi kasus Bibit-Chandra yang disinyalir sebagai kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghabiskan waktunya secara total ketika itu, kini menjadi pembawa acara yang tayang setiap hari di televisi. Sejatinya, beliau harus membayar hutang waktu itu ke kampusnya, tetapi yang terjadi adalah muncul di televisi setiap hari yang memakan waktu, pikiran, tenaga yang luar biasa. Kapan waktunya untuk pegawai kantor, para dosen, mahasiswa dan memikirkan masa depan kampusnya?. Bagaimana dengan mahasiswa bimbingannya yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi?.

Di negeri ini cukup unik dan aneh. Jabatan rektor, dekan, ketua jurusan dan lain sebagainya diperebutkan banyak dosen. Ironisnya, setelah terpilih mereka cenderung meninggalkan tugas pokoknya. Mereka lebih mengedepankan popularitas. Di sebuah PT terkemuka di Jakarta, seorang dekan begitu bangga terpilih karena masih sangat muda. Beliau inipun seringkali muncul di televisi. Padahal tugas pokoknya di kampus begitu banyak. Di negeri ini para akademisi itu seolah-olah bak sinetron yang kejar tayang. Bedanya, di sinetron hanya keluarga yang ditelantarkan, sementara para akademisi, mahasiswa yang diharapkan membangun negeri ini yang ditelantarkan.

Seorang akademisi sejatinya tidak begitu selera untuk merebut jabatan yang sibuk mengurusi administrasi. Tetapi, berambisi melakukan penelitian-penelitian yang dapat menjawab permasalahan masyarakat. Memberikan jawaban akan masalah masyarakat melalui penelitian dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan menghasilkan mahasiswa yang bermutu jauh lebih penting dibandingkan menjadi seorang petinggi kampus secara struktural organisasi kampus.

Fenomena pejabat, yang menghabiskan waktunya di luar tugas pokoknya telah merasuki semua wilayah. Jabatan dijadikan hanyalah sebagai batu loncatan untuk meningkatkan pundi-pundi pribadi. Apalagi pemilik media lebih mencari narasumber mereka yang memiliki jabatan penting dan bergengsi. Media kita lebih mengedepankan status narasumber, bukan kualitas narasumber. Padahal, seseorang menjadi pejabat acapkali hasil rekayasa. Dapat dibayangkan, pejabat hasil rekayasa, dan pembicaraannya didengarkan orang di kedai kopi, di kantor-kantor, di bus, hingga di ruang-ruang pribadi.

Dalam rangka menyiasati fenomena ini, perlu kesadaran bagi semua pihak. Mungkin bagi yang bersangkutan banyak alasan dalam rangka pembenaran diri. Pejabat kampus bisa saja berargumentasi bahwa kampus tidak hanya milik dosen, mahasiswa, pegawai kampus dan lain sebagainya. Tetapi bagian dari Tri Darma PT yaitu pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian masyarakat menjadi celah bagi mereka untuk membenarkan diri. Mereka seolah lupa, bahwa tugas yang utama mereka adalah mempersiapkan tunas bangsa secara optimal demi masa depan bangsa yang adil dan makmur.

Jikalau mahasiswa sebagai tunas bangsa ditelantarkan, mereka lulus seadanya, maka bangsa ini dipastikan semakin terpuruk. Sebaliknya, jika para dosen dan bangsa ini secara serius mempersiapkan tunas bangsa secara optimal, maka bangsa ini tidak lama lagi akan menjadi bangsa yang mandiri dan memberikan kontribusi besar bagi peradaban dunia.

Melihat fakta sejumlah pejabat publik seperti anggota DPR yang nyata-nyata mengabaikan tugas pokoknya, pejabat kampus dan pejabat lain yang mengabaikan tugas pokoknya, maka dibutuhkan aturan yang jelas. Dipertegas, sejauh mana pejabat publik dapat meninggalkan tugas pokoknya dan sejauh mana mereka diperbolehkan mendapatkan uang di luar gaji dari instansi yang mereka pimpin. Sejatinya, setiap pejabat yang digaji oleh Negara wajib mengabdikan diri secara total kepada Negara dan tidak diperbolehkan menerima apapun diluar gaji yang telah diberikan Negara. Dengan demikian, hati, pikiran dan tindakannya berpusat kepada bangsa dan Negara. Itulah yang disebut abdi Negara.

Ironisnya, gaji mereka yang diberikan Negara yang bersumber dari rakyat, tindakannya acapkali merugikan rakyat yang menggajinya. Mahasiswa yang memberikan uangnya untuk gaji dosen ditelantarkan begitu saja. Mahasiswa seolah menjadi pengemis. Sejatinya, hak-hak mahasiswa wajib dipenuhi oleh dosen. Oleh karena itu, mahasiswa wajib menemukan dosennya di kampus, bukan di tempat proyek sang dosen.

Demi Indonesia yang adil dan sejahtera, maka semua komponen bangsa ini harus berkomitmen dengan tugas pokok masing-masing. Ironis, apabila seorang akademisi berbicara moral bangsa di media publik sementara tugas pokok ditelantarkan. Kita berharap, gejala semacam ini segera ditinggalkan, karena kalau tidak, tindakan semacam ini lama kelamaan seolah menjadi benar

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...