SuaraPembaruan.com | Sebuah studi dari Thomson Reuters yang dirilis baru-baru ini menunjukkan sebuah perkembangan luar biasa dari pertumbuhan hasil-hasil riset dari Tiongkok. Diyakini, dengan kondisi yang ada saat ini, pada satu dekade ke depan, Negeri Tirai Bambu itu sudah mampu menduduki posisi puncak dalam riset sains dunia, mengalahkan Amerika Serikat.
"Jika Tiongkok bertumbuh secepat ini dengan sangat baik, negara-negara Eropa dan Amerika Utara akan mengikutinya. Tiongkok tidak lagi bergantung dengan negara-negara maju lainnya yang tergabung dalam G-8. Saat negara Eropa dan Amerika Serikat mengunjungi Tiongkok, yang terjadi adalah partner yang sederajat," ujar Direktur Evaluasi Riset Thomson Reuters Jonathan Adams.
Bukti dari bertumbuhnya riset sains di Tiongkok dapat diketahui dari data yang menunjukkan pada tahun 1998, negeri itu baru mengeluarkan 20.000 hasil riset, hanya selang 10 tahun kemudian, yakni tahun 2008, jumlahnya melonjak menjadi 112.000 riset. Dengan pencapaian tersebut, Tiongkok sudah mengungguli Jepang, Inggris, dan Jerman, dan saat ini berada di posisi dua di bawah Amerika Serikat.
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Marzan Iskandar, menyetujui anggapan masyarakat yang mengatakan teknologi dalam negeri masih belum inovatif, terutama setelah suatu jajak pendapat menguatkan hal itu. "Dari survei yang kami lakukan, 20 persen masyarakat menganggap teknologi tidak aplikatif, 18 persen teknologi tidak mengikuti perkembangan zaman, dan 12 persen teknologi tidak sesuai kebutuhan," ujar Marzan Iskandar di kampus Institut Teknologi Bandung, pekan lalu.
Oleh karena itu, menurut dia, negara perlu membangun sistem inovasi nasional, untuk meningkatkan daya saing teknologi nasional dengan teknologi luar negeri. "Sistem inovasi nasional bisa membangun model tenaga kerja teknologi, yang nantinya menjadi salah satu aspek pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya
www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)
La terus cara-caranya gimana pak?
ReplyDelete